Rabu, 28 November 2012

Waiting For You



Tetesan air hujan mulai menghiasi suasana Idul Adha. Aku tidur telentang di atas karpet ruang tamu. Rasa pegal, capek, dan gerah mengarungi tubuhku. Sedetik kemudian, ponsel di sampingku bergetar. Satu pesan masuk dari Andre.
Andre : Mf r blz, sni dh slse pmbgian dging ny, lo cpk bt istrht,
Me       : Iy, ak mau mdi gerah bgt, yanx bsk lo ktmu jmpt ak y?
Andre : Iy lo d wkt,
Me       : Y hrs ad donk,
Andre : Misal q dh brgkt k bali?
Me       : Emg kpn brgkt ny?
Andre : Bsk pgi ak brgkt,
Me       : Y ht2
Andre : Y ak pst ht2 jg dr bk2
Me       : Y udh ak mdi dl
Aku bangun dan memandang hujan dari balik jendela yang ada di depanku. Aku ingat Andre pernah berkata padaku seperti ini; aku seperti hujan itu, saat kamu panas aku menyegarkan, dan saat kamu dingin aku menghangatkan. Dengan perasaan kecewa ak melangkah ke kamar mandi. Sudah empat bulan aku dan Andre tidak bertemu, dan Tuhan menguji kami kembali dengan menunda pertemuan kami. Andai aku bisa mengantarnya ke bandara besuk pagi, tapi itu tidaklah mungkin. Aku tahu Andre ke Bali karena cita-citanya menjadi arsitek yang andal, dan sekarang dia mendapat tawaran job. Aku tahu itu baik buatnya.
Setelah mandi, aku pun makan. “Ini siapa yang masak, Mah?” tanyaku pada Mamah yang masih sibuk membereskan alat-alat dapur.
“Ya Mamahlah”
“Ah yang bener? Jangan-jangan Bulik yang masak?” tanyaku menggoda Mamah. Aku tau persis kalau Mamah jarang memasak.
“Ya di bantu Bulik, tapi Bulik kan sekarang udah pulang,” jawab Mamah menerangkan. Bulikku yang satu itu memang pandai memasak. Aku pun makan dengan rendang buatan Mamah. Rasa kantuk yang berpaddu dengan capek membuatku cepat tertidur. Esok adalah hari keberangkatannya.
Pagi yang mendung menyambutku awal hari ini. Andre berangkat. Aku hanya bisa mengirimnya pesan singkat: ht2 n jg dr bk2
Suasana yang amat berbeda, namun inilah kenyataannya. Aku harus sanggup, aku harus bisa nunggu Andre pulang. Hatiku terus berkata-kata. Detik demi detik yang bergulir menjadi menit, menit yang terus berputar menjadi jam, dan selama ribuan jam itu aku menunggu Andre. Menunggunya pulang dalam pandanganku, dalam tanganku dan tak ku izinkan ia pergi kembali. Diberibu jam itu pula, ia tetap setia menjaga hatinya, menjaga kepercayaan yang telah aku berikan padanya. Sering aku merasa berat menuggunya labih lama lagi, namun selalu ada kekuatan yang mengingatkanku padanya. Selalu ada keajaiban yang membuatku semangat. Tuhan, di manapun ia, tolong lindungilah dia.
Pagi ini sangat cerah. Membuatku lebih bersemangat. Tiba-tiba ponselku berdering. Ada telepon masuk. Siapa ya? Batinku, dan langsung ku raih ponse itu dan kudapati nomor Andre di monitor. Buru-buru ku angkat telepon itu,
Andre : Hallo Assalamu’alaikum
Me       : Ya Wa’alaikumsalam, ada apa?
Andre : Pagi ini aku pulang sayang
Me       : Yang bener? Serius?
Andre : Iya, aku dah beli tiket, dari sini jam setengah 8, mungkin sampai Jogja jam setengah 10
Me       : Alhamdulillah, ya udah hati-hati. Dikemas-kemas yang mau dibawa pulang jangan sampai            ketinggalan
Andre : Beres. Aku dah kangen sayang
Me       : Ya sama aku juga, tapi aku nggak bisa jemput yang, nggak papa, kan?
Andre : Nggak papa
Me       : Besuk Minggu kita ketemu ya?
Andre : Insya Allah, ya udah gitu dulu ya. Assalamu’alaikum
Me       : Wa’alaikumsalam
Telepon mati. Rasa bahagia yang amat sangat. Andre pulang, ia akan kembali dalam pandanganku, dalam tanganku dan tak ku izinkan dia pergi kembali.

Sabtu, 17 November 2012

You're Still The One



(When I first saw you I saw love and the first time you touched me
 I felt love and after all this time
 D                              G    A
  You're Still The One I love)  MMMM Yeah
D                     G                  A
Looks like we made it Look how far we've come my baby
D                           G             A
We mighta took the long way We knew we'd get there someday

BRIDGE:
D                G              A
They said "I bet they'll never make it"
         D          G       A
But just look at us holding on
            D              G      A
We're still together still going strong

CHORUS:
                  D                           G
(You're Still The One) You're Still The One I run to
Em
The one that I belong to
D                      G        A
You're Still The One I want for life
                  D                              G
(You're Still The One) You're Still The One that I love
Em             A        D                      G         A
The only one I dream of You're Still The One I kiss good night
************
D                       G        A
Ain't nothin' better We beat the odds together
D                         G               A
I'm glad we didn't listen Look at what we would be missin'

BRIDGE
                              D
CHORUS    You're Still The One

SOLO:  G A A D  G A A   D
                    Yeah
CHORUS

D                               <--(Chords optional here)
I'm so glad we made it
G                  A                   <--        :)
Look how far we've come my baby

Jumat, 16 November 2012

That's Morning



Aku baru saja selesai mandi, ketika hp ku membunyikan nada telefon masuk.
“Tumben pagi-pagi ada yang telfon,” kataku pada diri sendiri. Ku lihat nomor yang tertera di layar monitor. Nomenya sapa ya? Kalo orang iseng, biasanya cuma miscall, tapi ini telfon kok gak mati-mati ya, pikirku. Aku mencoba untuk menjawab panggilan itu. Klik!
“Halo, Assalamu’alaikum,” kataku pelan.
“Wa’alaikumsalam.” Deg! Suara cowok, sapa ya? Suaranya kalem. Aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Maaf ini sapa ya?”
“Alah, gayanya sok gak kenal. Lupa ya?!” Aku hanya bengong.
“Dulu kan kita sering telfon-telfonan, SMS.an, masak lupa sih?!” lanjut suara cowok itu. Aku masih saja tak mengerti apa yang orang itu katakan.
“Adikmu yang suka main band di Terrace Cafe, kan?!” Gubrag! Capa ni orang? Ngomongnya ngawur gitu. Adikku aja masih SD. Aku berpikir sejenak, kalau aku bilang gak, dia pasti bakal tanya-tanya lebih jauh tentang aku padahal aku sama sekali gak kenal sama ni orang. Lagian ini juga udah siang, ntar malah telat masuk sekolah. Akhirnya aku putuskan untuk menjawab “Ya”
“Aku sering ngobrol lho sama adikmu,” kata cowok itu lagi. Aduh, payah ini.
“Hmm, maaf ya! Aku lagi sibuk, harus buru-buru pergi,” kataku demi mengakhiri percakapan yang sama sekali gak nyambung dengan kehidupanku ini.
“Oke, mau sekolah ya? Kamu kelas 2 SMA, kan kalo gak salah?” cowok itu malah tanya lagi. Lho? Kok dia tau kalo aku sekolah? Aku menyimpan rasa penasaran itu.
“Iya. Ya udah dulu ya!” kataku, dan klik! Kumatikan telefon itu.
Jam menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit. Aduh! Aku harus buru-buru nih. Belum ganti seragam lagi. Akhirnya aku memakai seragam, berdandan, sarapan, lalu berangkat.
Di sekolah, aku terbiasanya membawa hp. Walaupun gak ada yang diajak SMS.an sekalipun, tapi hp tetap aku bawa. Sampai di kelas, sahabat sekaligus teman duduk sebangku udah dateng. Ayu namanya. “Yu, pagi ini aneh banget tau,” ucapku sambil duduk di sampingnya.
“Kenapa?” tanya dia. Aku lalu menceritakan apa yang terjadi pagi ini.
“Hahahahahaha, lucu banget sih tu orang,” Ayu malah tertawa mendengar ceritaku.
“Lha aku juga heran. Kok dia tau kalo aku masih SMA, tapi ngelanturnya dia bilang adikku suka ngeband di Terrace Cafe, hahahaha.” Aku ikut tertawa.
Hari ini adalah hari Jum’at, jadi bel pulang berbunyi sebelum jam duabelas. Ya iyalah, anak-anak cowok kan pada sholat Jum’at. Aku lebih suka pulang sekolah dengan berjalan kaki. Walaupun jaraknya gak deket dan panas, tapi asyikkan pulang jalan bareng sama temen-temen. Belum jauh aku berjalan meninggalkan sekolah, hp ku bergetar ada panggilan masuk. Lhah, orang itu lagi. Telefon itu aku reject karena aku masih di jalan. Tak lama kemudian ada SMS masuk dari orang tak dikenal itu: mf lo ggu
Aku mengabaikan SMSnya. Sampai di rumah aku makan siang, sholat dan ganti baju. Aku ingat ada tugas laporan yang harus aku selesaikan. Aku pun menyalakan laptop dan mulai menyusun laporan itu.
Pukul dua lebih empat puluh lima menit, hp di sampingku berbunyi. Lagi-lagi orang tak ku kenal menelefon lagi. Huh! Aku berhenti mengetik dan menjawab panggilan itu.
“Assalamu’alaikum,” kataku.
“Wa’alaikumsalam,” suara kalem itu kembali terdengar, dan aku akui jarang seorang cowok punya suara kalem tapi tetap terkesan tegas.
“Tadi lagi sibuk ya? Kok telfonnya direject?” tanya cowok itu.
“Aku masih di jalan waktu itu, maaf ya!” aku menjelaskan seperlunya.
“Iya gak papa. Hmm, kamu masih pacarnya Arip, kan?”
Hah! Tanya apaan lagi ni orang. “Arip sapa?” tanyaku.
“Arip pacar kamu. Kamu pacarnya Arip, kan? Orang Mungkid?”
Aduuh! Jawab gimana nih? “Hmm. Kamu tau gak sapa aku sebenarnya?”
“Lho, kok tanya gitu? Yang aku tau kamu itu pacarnya Arip. Dulu hpnya Arip suka dibawa ceweknya.”
“Salah,” kataku sambil tertawa kecil.
“Terus kamu sapa?” cowok itu balik tanya.
“Aku ya yang punya nomer ini. Ini bukan nomernya Arip.”
“Kamu orang mana?”
“Temanggung.”
“Jauh banget! Kok bisa jadi nomer kamu?”
“Iya, aku baru aja beli kartu perdana baru sekitar satu minggu yang lalu. Aku juga heran, kadang ada SMS masuk dari nomer yang gak aku tau nyariin Arip. Aku juga gak tau Arip itu sapa. Bahkan pernah ada yang telfon, ngira kalo aku ini istrinya Arip,” aku menjelaskan panjang lebar.
“Hmm, nama kamu sapa?” Lho kok malah tanya nama sih?
“Aku Anis. Kamu sapa?”
“Abil.”
“Anak mana?”
“Jogja.”
Aku kemudian diam.
“Maaf ya, aku gak tau kalo nomer ini udah bukan punya Arip. Aku temennya Arip. Udah dua bulan nomernya dia gak aktif, setelah aku tau kalo nomernya udah aktif, aku pikir masih punya Arip. Soalnya sama persis kaya nomer ini.”
“Iya gak papa. Ya mungkin nomernya yang dulu udah diblokir, terus diproduksi lagi kan bisa.”
“Iya, aku minta maaf ya. Aku gak bermaksud ganggu atau ngerjain kamu. Aku bener-bener gak tau kalo ini nomermu. Aku sama sekali gak bermaksud iseng kok,” cowok itu menjelaskan panjang lebar.
“Iya, aku percaya kok.” Lho, aku kok bisa bilang gitu sih? Padahal aku kan belum tau sebenarnya dia, duh! Emang Anis oon banget. Aku menyalahkan diri sendiri.
Cowok itu lalu banyak bertanya tentang aku. Ada sesuatu yang aneh, dia baru aja kenal nama dan asalku tapi dia udah cerita banyak tentang dirinya sendiri. Dia bercerita tentang cintanya, kehidupannya, pengalaman-pengalaman yang menurut dia pantas buat diceritain dan banyak lagi. Aneh banget.
Hari berlalu begitu cepat. Abil semakin sering menghubungiku, terlebih lewat telefon. Hampir setiap pukul setengah dua, dia selalu menelefonku. Aku tak berkeberatan, hanya saja yang tak aku sangka, dia bilang kalo dia sayang dan cinta sama aku. Hah! Apa gak aneh lagi tuh?! Suatu hari dia SMS aku: akan ku bw k mn ht ni, krn ak sgt mencintaimu. Lalu aku balas SMS itu: p yg pertama kali u rs kan ktka knal ak?
Abil: rs ny deket bgt sm u, hgga pnah asmara mghujam bgt dlm d dada shgga sulit tuk d cabut
Aku: sbrp yakin sm ak?
Abil: ak ykin sykin2 ny lo u adlh cnt sejati ak
aku belum bisa memberikan jawaban yang pasti, karena waktu itu aku masih trauma dengan orang yang aku kenal dari hp. Jujur, aku pengen tau dia lebih dalam. Hingga suatu saat aku seakan diberi petunujuk lewat mimpi. Dalam mimpi itu aku tak bisa melihat wajahnya, tapi aku bisa merasakannya. Gak tau kenapa, semakin hari aku merasa semakin yakin sama Abil walaupun kita belum pernah ketemu.